Berdasarkan
UUD 1945 Indonesia merupakan Negara hukum. Semua rakyatnya memiliki
kedudukan yang sama di mata hukum. Tetapi apakah dalam penerapannya
sudah sesuai dengan UUD tersebut?
Sepertinya
amanat itu belum dapat terealisasikan bahkan setelah Indonesia telah
lebih dari ½ abad memperoleh kemerdekaan. Sepertinya kita pun hanya
berangan untuk mendapatkan keadilan yang setara di Indonesia. Apabila
kita cermati hukum di Indonesia saat ini penuh dengan kebobrokan
kalaupun hukum ditegakan unsur diskriminatif terlihat jelas dalam proses
penegakan hukum tersebut.
Praktik-praktik
penyelewengan dalam proses hukum seperti mafia peradilan, proses
peradilan hukum yang diskriminatif, jual-beli putusan hakim, atau tebang
pilih kasus merupakan realitas sehari-hari yang secara nyata dapat kita
lihat dalam praktik penegakan hukum di Negara ini. Dampak dari
penyelewangan hukum ini adalah kerusakan dan kehancuran di segala bidang
(politik, perekonomian, budaya dan social). Selain itu menyebabkan
masyarakat kehilangan rasa hormat dan timbulnya ketidak percayaan
terhadap aparat penegak hukum di negeri ini. Sehingga membuat masyarakat
mencari keadilan sendiri. Oleh karena, itu praktik main hakim sendiri
sangat terlihat di masyarakat kita. Contoh kasus upaya pembacokan
seorang hakim yang terlibat kasus korupsi oleh seorang aktivis LSM
karena sang pelaku geram dengan para pelaku korupsi yang merugikan
Negara ini.
Sebenarnya
apakah masalah yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum di Indonesia?
Jika dikaji secara mendalam terdpat beberapa factor sulitanya penegakan
hukum di Indonesia yaitu:
1. Lemahnya “politic will” dan “politic action” para pemimpin Negara.
Dimana
supermasi hukum masih sebatas retrorika dan jargo-jargon politik belaka
yang berngaung ketika kampanye tanpa bukti yang pasti.
2. Campur tangan politik
Banyak
sekali kasus hukum di Indonesia yang terhambat karena adanya campur
tangan politik didalamnya. Sebut saja kasus Bank Century yang berpotensi
menyeret kalangan eksekutif ke jalur hukum, mudurnya Sri Mulyani dari
mentri keuangan lantaran diduga terkait kasus ini. Serta kasus yang
terbaru penyalahgunaan dana wisma atlet yang menyeret Nazarudin sebagai
tersangka dimana ia adalah salah seorang bendahara umum di salah satu
partai yang tengah berkuasa di Indonesia dan walaupun masih dugaan kasus
ini banyak melibatkan para penguasa di Negara ini. Seharusnya hukum
tidak bisa dicampur adukan dengan politik. Hukum tidak bisa pandang bulu
siapapun itu yang terlibat di dalamnya harus benar-benar diganjar
hukuman sesuai perbuatannya tanpa melihat siapa dan apa kedudukannya di
Negara ini.
3. Kedewasaan Berpolitik
Berbagai
sikap yang diperlihatkan oleh partai politik saat kadernya terkena
kasus poltik sesungguhnya memperlihatkan ketidak dewasaan para elit
politik di Negara hukum ini. Sikap saling sandera serta
cenderung mengadvokasi para kader termasuk ketidakmauan untuk
memberikan informasi kepada aparat penegak hukum terkait dengan beberapa
kasus korupsi yang sedang berlangsung saat ini. Sikap kooperatif dan
transparansi dalam penegakan hukum dianak tirikan, sedangkan politik
pencitraan diutamakan agar tetap eksis di hadapan masyarakat.
4. Peraturan perundangan yang lebih berpihak kepada kepentingan penguasa dibandingkan kepentingan rakyat.
Hal
ini dapat terliahat jelas terhadap hukuman yang diberikan kepada para
penguasa yang terjerat kasus korupsi hanya diberikan hukuman yang ringan
padahal mereka sangat merugikan Negara sedangkan rakyat kecil yang
melakukan kesalahan dikarenakan kemiskinan yang menjerat mereka dihukum
dengan berat tanpa adanya perikemanusiaan.
5. Rendahnya integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran hukum aparat penegak hukum dalam menegakan hukum.
Moral
yang ada di beberapa aparat penegak hukum di Indonesia saat ini bisa
dikatakan sangat rendah. Mereka dapat dengan mudahnya disuap oleh para
tersangka agar mereka bisa terbebas atau paling tidak mendapat hukuman
yang rendah dari kasus hukum yang mereka hadapi. Padahal para aparat ini
telah disumpah saat ia memangkuh jabatannya sebagai penegak hukum.
Terjadi pelanggaran moral ini kerena kebutuhan ekonomi yang terlalu
berlebihan dibanding kebutuhan psikis yang seharusnya sama. Hakikat
manusia adalah makhluk budaya yang menyadari bahwa yang benar , yang
indah dan yang baik adalah keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan
kebutuhan psikhis dan inilah yang menjadi tujuan hidup manusia.
Kebahagiaan jasmani dan kebahagiaan rohani tercapai dalam keadaan
seimbang artinya perolehan dan pemanfaatan harta kekayaan terjadi dalam
suasana tertib, damai dan serasi (nilai etis, moral).
6. Faktor Sosial Masyrakat
Penegakan
hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk masyarakat. Oleh
karena itu, masyarakat mempunyai pengaruh dalam proses penegakan hukum.
Tetapi masyarakat Indonesia cenderung menyerahkan semuanya terhadap para
aparat tanpa adanya pengawasan. Akibatnya baik buruknya hukum selalu
dikaitkan dengan pola perilaku para penegak hukum. Padahal proses
peradilan bukan hanya tentang pasal-pasal melainkan proses perilaku
masyarakat dan berlangsung dalam struktur social tertentu.
7. Ekonomi
Factor ekonomi juga sangat mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia, antara lain:
1. Penghasilan kurang mencukupi kebutuhan hidup,
2. Kebutuhan hidup yang mendesak,
3.
Gaya hidup konsumtif dan materialistis, tak dipungkiri, pola hidup
seperti ini menghinggapi sebagian besar penduduk bumi. Dibenaknya yang
terpikir hanya uang,
5. Rendahnya gaji PNS,
6. Sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal.
Untuk
bisa menegakan hukum sesuai dengan amanat UUD 1945 maka para aparat
hukum haruslah taat terhadapa hukum dan berpegang pada nilai-nilai moral
dan etika yang berlaku di masyarakat. Apabila kedua unsur ini terpenuhi
maka diharapkan penegakan hukum secara adil juga dapat terjadi di
Indonesia.
Kejadian-kejadian
yang selama ini terjadi diharapkan dapat menjadi proses mawas diri bagi
para aparat hukum dalam penegakan hukum di Indonesia. Sikap mawas diri
merupakan sifat terpuji yang dapat dilakukan oleh para aparat penegak
hukum disertai upaya pembenahan dalam system pengakan hukum di Indonesia.
good article
BalasHapus